Jam 00.00 setiap
tanggal 1 Januari terlampau istimewa bagi sebagian kalangan. Brgadang semalam
suntuk, pesta kembang api dan tiupan terompet hanyalah sebagian warna yang
menghiasi detik-detik masuknya Tahun Baru Masehi. Entah keuntungan apa yang didapat hingga
lahir kegembiraan sedemikian rupa. Apa pula istimewanya, hingga sebagian kaum
muslimin ikut-ikutan heboh untuk menyambutnya.
Padahal berakhirnya
suatu tahun menjadi sinyal dekatnya ajal. Orang-orang shalih dulu pendahulu
kita merasa kehilangan atas waktu yang telah lewat. Sahabat Abdullah Bin Ma’sud
berkata “Tak ada yang lebih aku sesali
dari suatu hari dimana matahari tenggelam, jatah umurku berkurang sementara
amalku belum bertambah”.
Berbeda dengan generasi
zaman ini, mereka justru berpesta poralantaran ajal makin dekat. Bukan karena
merindukan akhirat, tapi terlena oleh nikmat dunia yang hanya sesaat.
Perumpamaan mereka seperti yang telah digambarkan oleh seorang senior tabi’in
Imam Hasan al-Bashri, “ Wahai anak Adam,
pisau telah diasah, dapur api telah dinyalakan, sedangkan domba masih sibuk
menikmati makanan”.
Pencabut nyawa telah
siaga, liang kubur menantinya, siksa juga telah disiapkan, tetapi manusia masih
terbuai dengan maksiat dan dosa.
Satu Januari bukanlah
hari yang istimewa. Bagi seorang muslim, hari yang paling baik adalah hari
dimana taubatnya diterima oleh Allah SWT, hari diterimanya amal shalih. Ketika
ayat turun berkenaan diterimanya taubat Ka’ab Bin Malik beserta 2 sahabat yang
tertinggal dari perang Tabuk, Rasulullah
SAW bersabda “ Bergembiralah dengan hari yang paling baik bagimu sejak ibumu
melahirkanmu” (HR.Bukhori). itulah hari baik, bukan hari untuk berhura-hura.
Mestinya kita juga
harus kritis terhadap sesuatu yang berasal dari luar islam, tentang apa, mengapa,
darimana, siapa pencetusnya dan apa latar belakangnya. Agar kita tidak
terjerumus dalam pusaran arus kesesatan anpa sadar. Ketika ada seseorang
bernadzar untuk menyembelh onta sebagai qurban di Buwanah, Nabi SAW bertanya, “
Apakah didalamnya terdapat berhala Jahiliyah yang disembah?” mereka menjawab
“Tidak”, Beliau bertanya lagi “Apakah didalamnya terdapat salah satu dari
hari-hari besar mereka?” mereka menjawab “Tidak”. Beliau bersabda “Tepatilah
Nadzarmu….!” (HR. Abu Dawud)
Sudahkan kaum muslimin
mempersoalkan asal muasal peringatan 1 Januari sebagai awal Tahun? Memang
banyak versi dan perbedaan pendapat tentangnya. Titik tengahnya, penetapan dan
perayaan 1 Januari sebagai tahun baru berasal dari Roma, apakah dizaman saat
mereka memuja dewa, atau saat mereka beragama nasrani. Dan besar kemungkinannya
adalah gabungan antara keduanya. Penaggalan Masehi identic dengan Nasrani,
sementara nama-nama bulan dihubungkan dengan nema-nama dewa. Dijadikannya
Januari sebagai awal tahun, konon karena Dewa Janus yang kemudian menjadi asal
penamaan Januari, diyakini memiliki dua wajah sebagai symbol bahwa dia mapu
melihat kejadian masa lalu dan masa depan.
Masih tertarik untuk
merayakan Tahun Baru Masehi-kah Anda?
Sumber : Majalah Islam
“Ar-Risalah” Edisi 115
Artikel Terkait